sexta-feira, 13 de maio de 2011

GEREJA: PEMIMPIN, KEPEMIMPINAN DAN PERLINDUNGAN

(Yoh 10,1-21)
Mendalami konteks

Krisis aktual (dalam dunia politik intern dan extern, dalam gereja kristen dan kehidupan keagamaan lainnya, dalam komunitas religius dan dalam keluarga) adalah merupakan krisis dari pemimpin atau kepemimpinan? Apa mistik dan spiritualitas dari pemimpin dan kepemimpinan kristen? Untuk mencoba menjawab dua pertanyaan ini, kita perlu mencari titik-titik terang dalam teks Yohanes di atas Agar bisa membantu kita dalam permenungan.

Bila diselami lebih dalam akan latar belakang dari teks Yohanes ini, diketahui bahwa penginjil menyusun pikiran pewartaannya atas dasar teks-teks dari Perjanjian Lama, khususnya Yeh 34,24-31 dan 40,11, juga teks lainnya seperti Mzm 23. Semua teks ini berbicara tentang gembala yang baik (pemimpin yang baik). Pengalaman hidup dan cara kerja dari para peternak sunguh memberikan inspirasi bagi penulis Sabda Allah; peternak menjadi gambaran metaforisTuhan dalam kerja pengembalaan (karya kepemimpinan). Tuhan adalah Peternak (pemimpin) yang baik yang menggembalakan kawanan ternaknya (yang menuntun para anggotanya) dengan bijak, penuh perhatian, dinamis, solider, peka akan situasi, dan dalam mejalankan karya penuntunan, selalu berangkat dari kebutuhan kawanan gembalaannya (kebutuhan para anggotanya). Kepemimpinan yang pertisipatif.
Artinya bahwa, seorang gembala dalam tugas kegembalaan, ia bukannya penentu utama; fungsinya di sini hanya sebagai motivator dan animator, sebagai ko-ordinator (mengorganisir bersama) dan dinamisator, sebagai teman dan pengantar menuju ke padang hijau, tetapi yang akan menentukan dan memilih rumput hijau, mana yang pantas dan tidak pantas, adalah kawanan gembalaan sendiri dan bukan gembala. Kawananlah yang tahu akan kondisi, mengenal medan hidup dan mampu untuk memilih mana yang terbaik, dari semua yang baik, bagi hidup mereka. Bagaimana cara kepemimpinan kita: dalam keluarga, dalam gereja, dalam kongregasi (dalam komunitas-komunitas religius) dan dalam negara? Bagaimana cara saya memimpin, mau memaksakan ide dari atas atau mau mendengarkan seruan anggota dari tiap wilayah? Cukup pekakah akan kebutuhan dari setiap anggota atau berusaha memaksakan pendapat dengan memanipulasi kolektivitas? Baiklah diingat bahwa situasi kepemimpinan seperti ini (yang feodalis dan kolonialis, diskriminatif, diktatorial, yang tidak dialogis dan manipulatif) terjadi dalam sepanjang sejarah gereja abad pertengahan, dan pengaruhnya masih tetap dirasakan sampai detik ini. Kongregasi-kongregasi religius yang seharusnya mengemban misi kenabian tentang situasi ini untuk mewartakan Khabar Baru, justru menjadi perpanjangan tangan dalam praktek-pratek kepemimpinan yang tidak memberikan teladan apa pun untuk dunia politik agar dapat membantu kehidupan antar umat manusia yang menjadi semakin manusiawi, semakin adil, jujur, bijksana, toleran, dialogis dan demokratis.
Dalam teks Yeh 34,24-31, penulis kudus yang penuh inspirasi ini menuduh para pemimpin pada zamannya sebagai yang tidak bertanggungjawab lagi koruptor; dari pada menggembalakan kawanan yang dipercayakan, dengan cara hidup dan karyanya, mereka, sebaliknya, menggembalakan diri mereka sendiri. Sesuai penulis, gembala semacan ini adalah yang tidak loyal terhadap kawanan. Dari sumber pengalaman konkret inilah Yohanes menimba tetes-tetes inspirasi untuk karya pewartaan Khabar Baik Allah.
Pengumpulan data teks (Yohanes 10,1-21)
A. Para penjahat dan “perumpamaan tentang gerbang” (ayat. 1-10)
1. Realita kehidupan (ay. 1-5):
a) Titik yang disoroti: Penjahat, masuk dan keluar tanpa melalui gerbang (ay.1)
b) Titik contras: Gembala menggunakan pintu untuk masuk dan keluar, memanggil dan menuntun kawanan gembalaan karena mereka mengenal suaranya (ay. 2-4).
c) Kesimpulan: Yang asing tidak diikuti karena tidak dikenal suaranya (ay.5).
►Observasi dari penulis mengenai ketidakmengertian dari para pendengar, dalam hal ini, kaum farisi (ay. 6)
2. Penjelasan bagi yang tidak mengerti (ay. 7-10):
a) “Saya adalah” gerbang bagi kawanan! Sebelum saya, datang para penjahat (ay. 7-8)
b) “Saya adalah” gerbang – bagi para gembala dan kawanan; siapa yang masuk dan keluar melalui aku akan mendapatkan padang hijau – kebahagiaan, artinya, akan mendapat keselamatan (ay. 9-10)
B. Gembala yang “baik” (ay. 11-18)
1. “Saya adalah” Gembala yang “baik”, yang memiliki komitmen kehidupan bagi kawanan domba; seorang pekerja gajian akan lari meninggalkan kawanan tercerai-berai (ay. 11-13).
2. “Saya adalah” Gembala yang “baik”, yang mengenal kawanan dan mereka mengenalku; saya memiliki komitmen kehidupan yang kuat bagi kawanan domba; oleh itulah, berusaha mencari dan menghimpun semua kawanan lainnya dari segala tempat (ay. 14-16).
3. Makna terdalam dari komitmen adalah memberikan hidup – dan hidup dalam kepenuhan (ay. 17-18).
►Saat memaparkan situasi perpecahan dalam kehidupan antara kaum yahudi, penginjil Yohanes menghubungkan ayat-ayat 19-21 dengan ayat-ayat permulaan dari bab 9.

Mengkontemplasikan pesan dari teks
Dengan adanya skema exegetis (penafsiran) di atas maka sudah menjadi mudah bagi kita untuk merenungkan makna dari teks Injil kita.
Penulis dari komunitas injili yohanian memaparkan kepada kita dua model pemimpin dan kepemimpinan: Yesus – pelindung dan gembala – dan para pemimpin kaum yahudi.
Penulis juga membuat suatu komparasi antara sikap dan tindakkan dari Yesus sebagai seorang pemimpin yang loyal, yang memiliki sifat pelindung dan penggembala serta ksetria terhadap yang dipimpinnya (di sini, penulis menggunakan kata “baik” dari kisah penciptaan dan ekspresi “Aku adalah” dari kisah tentang autorevelasi Allah kepada Musa untuk menandakan kwalitas kepribadian dari Yesus sebagai pemimpin dan kepemimpinannya), dan dari kaum yahudi yang pengkhianat lagi pengecut.  Perlulah diingat bahwa lima kali kata “baik” dalam kisah penciptaan melambangkan ide kemutlakkan (kesempurnaan) dari kelima Kitab Taurat Musa tentang karya Allah di dunia.
Dengan menelaa teks Yohanes, didapatkan pesan bahwa krisis yang dialami dalam hidup keseharian, baik itu dalam organisasi politik, ágama, komunitas-komunitas religius dan keluarga, bukan ada pada fungsi tetapi dalam pribadi kepemimpinan yang manjalankan fungsi itu sendiri (di sini, penulis menggunakan kata pencuri dan perampok). Hanya seorang yang mempunyai kepribadian yang baiklah yang dapat menjalankan fungsi tugasnya dengan baik, karena apa yang dilakukan ke luar adalah bagaikan xerox atau foto-copy (revelasi) dari apa yang terdapat dalam struktur intern pribadi dari manusia itu sendiri, merupakan buah batin, kwalitas kejiwaan (mentalitas) dari kepribadian kemanusiaan yang dipantulkan melalui perkataan, sikap dan perbuatan (cf. Mat 7,17; Luk 6,45). Semua perkataan dan perbuatan itu pulalah akan menjadi saksi yang tak terpungkiri untuk menjelaskan siapa sebenarnya pribadi seseorang (cf. Yoh 10,26; Ams 23,7) serta merevelasikan dari mana asalnya dan apa pengalaman pendidikan dan pembinaan (pengalaman cinta) yang diperoleh sejak masa kecilnya (Mat 12,33; Luk 6,43-45; Ams 11,30).

Pemimpin (gembala) yang baik
Apa artinya kepemimpinan atau memimpin? Apakah sama artinya dengan “manajer” atau “bos”? dan pula apa fungsi dari seorang pemimpin? Baiklah diingat bahwa menjadi pemimpin bukan sama artinya dengan menjadi “bos” atau “manajer”. Perbedaannya terdapat pada model dan durabilitas dari relasi: “bos” atau “manajer” mengembangkan model relasi funsionalis dan durabilitasnya bersifat periodik (selama fungsinya masih berlaku) sementara pemimpin – yang baik – mendasarkan model relasinya pada nilai hidup dari manusia itu sendiri dan karena itu durabilitas dari relasinya pun melampaui batas fungsional, seumur hidup. Pemimpin yang baik tidak hanya mencari kepentingan diri dan kelompoknya, juga tidak menjalankan kepemimpinannya berpusat pada alínea dari huruf-huruf konstitusi tetapi justru pada manusia (cf. Mrk 2,27). “Bos” atau “manajer” mempertaruhkan kekuatan dan kekuasaan – funsional – untuk mendominasi dan mengimobilisasi (“mengikat”) mereka yang dipimpinya untuk diperalat demi sukses, sementara pemimpin yang baik, mengandalkan seni berelasi dan kemampuan berkomunikasi yang berpengaruh untuk memotivir yang dipimpinya hingga melahirkan kemampuan produktivitas yang diharapkan demi mencapai target. Dengan cara inilah, ia mampu mentransformasikan kelompok ke dalam tim yang solid dan bersatu, solider dan ko-operatif, baik dalam hidup mau pun karya. Kepemimpinan jenis inilah membuat dia menjadi póla panutan angota (Yoh 10,2-4. 9-10. 11-16). Dengan itu, dapat dikatakan bahwa kepemimpinan adalah suatu proses usaha dalam mengundang dan mempromosikan pribadi-pribadi utuk membentuk kelompok, memberikan motivasi baru dan menganimasikan agar mampu mantransformasikan kelompok ke dalam tim yang kompak dan mampu menciptakan iklim kehidupan penuh persaudaraan serta berproduktif. 
Seorang pemimpin yang baik perlu memiliki wawasan yang terbuka, bertindak secara dewasa, bijaksana, fleksibel, seimbang dan tidak berpihak pada hukum penguasa, sebaliknya harus mendukung dan membela anggota yang dipimpinnya (cf Yoh 8,1-11). Praktek hidup harian justru logika ini terbalik: pemimpin yang satu membela pemimpin yang lain dan mengorbankan yang dipimpin. Hal ini biasanya terjadi, baik dalam kehidupan dunia politik dan terlebih dalam gereja, dan dalam kehidupan harian kongregasi-kongregasi religius, baik dari kalangan pria mau pun wanita.  Seorang pemimpin yang memiliki mentalitas yang kolonialis, arogan, egosentris, kurang berwibawa, tidak memiliki wawasan politis kepemimpinan yang kristis, terbuka, sehat dan manusiawi, konsisten dan konsekwen, biasanya tidak mampu mendengarkan kritikan dari anggota. Suka memperhatikan kelemahan orang lain tetapi sulit sekali menerima kelemahannya sendiri. Seorang pemimpin yang baik memiliki sifat-sifat kepemimpinan yang transparan, regeneratif, koheren, dialogis, komprehensif dan manusiawi. Seorang pemimpin yang baik adalah pemimpin yang adil, dewasa dan bijaksana, mampu menciptakan relasi kepemimpinan yang berpusat pada manusia dan tidak pada fungsi, struktur hirarkis dan juga tidak pada hukum kekuatan (cf Mrk 10, 41-45)
Seorang pemimpin, pada umumnya dan kristen khususnya harus memiliki suatu falsafa kepemimpinan yang manusiawi dan kristis sesuai ajaran keimanan yang sehat (tidak semua orang kristen memiliki mentalitas dan praktek kehidupan yang kristis. Jiwa kekrististisan berada dalam diri semua umat manusia-gambar dan rupa Allah, pencipta dan penyelamat hidup dan kehidupan dari semua ciptaan). Dan khusus untuk pemimpin kristen, kalau tidak memiliki wawasan (falsafa) dari paradigma kristis biblis tentang kepemimpinan, ia tidak akan mampu memimpin secara baik: artinya, secara pedagogis, adil, jujur, transparan, komprehensif, dewasa, bijaksana, loyal, sabar, manusiawi dan lain-lain. Pemimpin yang baik selalu dapat menerima kelemahannya sendiri (Mat 15,21-28).
Sesuai dengan paradigma biblis, seorang pemimpin (gembala) yang baik adalah pemimpin-pelayan (Mrk 10,41-45). Disinilah terdapat arti kemistikan dan spiritualitas bagi pemimpin dan kepemimpinan kristen. Nampaknya sederhana tetapi tidak berarti mudah, karena butuh kedewasaan, kesabaran, penguasaan diri dan kerendahan hati. Lagi, Seorang pemimpin-pelayan, dalam menjalankan kepemimpinannya selalu harus berpusat pada manusia dan bukan berpatok pada lógica huruf-huruf hukum kekuatan atau alínea-alinea dari suatu konstitusi – kendati semua itu membantu – malainkan berpatok pada kekuatan hukun cinta baru (Yoh 13,34) yang lebih persaudaraan, dinamis lagi hidup dan menyelamatkan. Begitulah makna kekuatan hukum baru Kristus, sungguh paradoxal (Mat 20,28; Luk 22,24-27)
Dalam dunia saat ini yang nampaknya seperti berkelimpahan pemimpin namun pada kenyataannya betapa miskin akan kepemimpinan; ibarat itik yang tengah berenang dalam air, mati kehausan dan induk ayam yang sedang bertelur di tengah padi, mati kelaparan. Dunia seolah penuh dengan orang-orang suci namun betapa langka kesucian itu terasakan. Agama sungguh tersebar di seluruh pelosok, itu nyata dengan berkelimpahan rumah-rumah ibadat yang terdapat di setiap persimpangan lorong dan jalan; yang jarang ditemukan dalam hidup ini adalah keselamatan. Dalam situasi seperti ini, semua orang diundang untuk menciptakan dunia kepemimpinan baru yang semakin manusiawi dan yang menyelamatkan, dan khusunya semua orang (Gereja) kristen dipanggil dan diutus untuk mengemban tugas kepemimpinan kristis yang paradoxal sebagaimana diamanatkan oleh Yesus, Kristus-saudara berbelaskasih, Pemimpin-pelindung dan Gembala yang baik.
Lukas Betekeneng

Nenhum comentário:

Postar um comentário