terça-feira, 3 de maio de 2011

KEKERASAN MELAWAN KEKERASAN HANYA MEMPERKUAT DAN MENINGKATKAN KEKERASAN

Berita tentang terbunuhnya Osama Bin Laden secara praktis politik tidak memiliki makna apapun kecuali hanya sekedar kepuasan rasa emosional sementara atas terwujudnya dendam dan kebencian politik yang terpendam selama sepuluh tahun lebih, kurang lebih bila itu ditinjau dari segi strategis politik yang lebih kritik, dewasa dan seimbang.  Amerika Serikat serta aliansinya dengan praktek politik ketidakadilan (imperialisme dan kolonialisme) dari semua tingkat dan arti, pada kenyataannya sudah kalah terpuruk saat dihancurkannya menara kembar dan markas militer pentagon pada sepuluh tahun silam serta praktek-praktek kekerasan lainnya yang tersebar di seluruh penjuru bumi. Kurang lebih itulah sesuai dengan mentalitas politik dari kelompok teroris. Autokrasi Bin-ladenian adalah, pada hakekatnya, sisi lain dari apa yang disebut praktik politik kolonial dan imperialis, serta ketidakadilan dari negara-negara “dunia pertama” dipimpin oleh Amerika Serikat dan Eropa, yang bersembunyi dibelakang bendera demokrasi, hak-asasi dan kebebasan. Itu berarti bahwa, terbunuhnya pemimpin teroris Osama Bin Laden tidak berarti, secara politik, kemenangan dari Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya, tidak juga bahwa keadilan telah ditegakkan, dan juga tidak berarti bahwa kekalahan dari Bin Laden dalam perjuangan mereka, apa lagi berarti kekalahan dari kelompok teroris yang kini berbentuk “celuler”, tersebar di seluruh dunia, dan kebanyakan mereka bergerak secara indenpenden. Terbunuhnya pemimpin teroris hanya merevelasikan, pada hakikatnya, keimpotenan demokrasi politik barat, terlebih dari Amerika Serikat dan negara-negara Eropa, bagi dunia.
Osama Bin Laden, Sadam Husein, Mohamar Kadafi dan lain-lainnya (kelompok pemimpin tirani di dunia Timur), semua mereka hanyalah sekedar personifikasi, sisi lain dari politik imperialis barat, karena mereka pulalah (para pemimpin baratlah) yang memberikan dukungan, langsung maupun tidak langsung, secara finansial, teknis, logistik, politik maupun militer pada masa lalu. Semua itu mereka lakukan demi kepentingan ekonomi. Boleh dikatakan secara politik bahwa para pemimpin tirani di dunia Timur, kalau bukan semuanya, paling tidak sebahagian besarnya adalah representasi (personifikasi) dari para pemimpin dunia barat yang ada di luar negeri. Siapa yang membina kaum tirani untuk mempraktekan politik kekerasan adalah para pemimpin barat.  Mereka jugalah yang memberikan bantuan untuk praktek politik demokrasi yang diktatorial. Sekarang ini mereka pulalah (kaum pemimpin baratlah) yang banyak bicara tentang kedamaian, menyerukan kehidupan demokrasi, relasi yang dialogal, hak-asasi manusia dan kebebasan, sekaligus mempromosikan kejahatan perang dan melegalisasikan pembunuhan selektif yang keji atas nama politik dengan membunuh Sadam Husein, Osama Bin Laden, dengan membunuh anak dan cucu dari Mohamar Kadafi serta berjuta-juta masyarakat sipil lainnya yang tak berdosa. Pantaskah seorang politikus berusaha memperkaya diri dan rakyat negaranya sendiri diatas jeri-tangis dan derita kematian dari masyarakat bangsa lain? Adakah rasa berdosa dalam benak jiwa yang dalam pada saat mempraktekan politik dua-muka (politik manipulatif) demi kepentingan sendiri? Apakah para politikus dan pemimpin bangsa-bangsa itu mengenal kelemahan kelemahan politiknya? Siapa sebenarnya kaum teroris, mereka yang melakukan kejahatan secara sporadis dan dengan sistim “gerilia” atau mereka yang melegalisasikan praktek kejahatanya baik itu secara terbuka maupun terselip dalam aksi politilk “dua-muka” dengan slogan-slogan kemanusiaan? Yang jelas adalah bahwa segala macam praktek kejahatan, entah itu dari kaum teroris ataupun politikus manapun, hanya merevelasikan ketidakberhasilan manusia itu sendiri dalam usaha perkembangannya menjadi semakin manusia yang manusiawi, yang adil, jujur, etis dan bermoral, bertanggungjawab, dialogal, toleran, semakin menjadi manusia yang lebih dewasa dan seimbang baik dari segi kultur-politik maupun iman keagamaan.
Terbunuhnya Osama Bin Laden – dan lain-lainnya – hanya meningkatkan, menstimulasi, memberanikan dan memperkuat lebih lagi rasa kebencian dan praktek kekerasan, dan ini tentunya tidak akan pernah membawa kedamaian apapun bagi dunia. Perlu diketahui bahwa kedamaian tidak lahir dari kekerasan juga bukan dari ketidakadilan, bukan pula tumbuh dari negasi hak-asasi serta kebebasan yang sejati. Kedamaian yang ideal seharusnya berjalan seiring dengan praktek politik keadilan dan hak-asasi, tumbuh dari kehidupan demokrasi yang luhur dan sejati, baik itu di tingkat politik interen maupun exteren. Seorang politikus yang tidak memiliki keimanan yang sejati dan luhur akan mempraktekan jenis-jenis kejahatan politik untuk mempromosikan diri dengan menggunakan slogan-slogan demokrasi, kebebasan, hak asasi dan lain-lain; dan sebaliknya, seorang beriman tanpa wawasan politik yang sehat, jujur dan adil akan jatuh ke dalam fanatisme keagamaan yang dangkal lagi brutal.
Satu hal sudah pasti, yakni kaum teroris jelasnya akan membalas dendam atas terbunuhnya pemimpin mereka, dengan berbagai cara, melawan Amerika Serikat dan sekutunya, serta merealisasikan kekerasan lainnya di negara-negara yang, menurut kaum teroris, memberikan dukungnya baik itu secara moral ataupun jenis lainnya. Waktu, tempat dan model dari aksi dendamnya tidak seorangpun tahu, kecuali mereka sendiri. Inilah yang menjadi kekewatiran dunia mulai saat ini. Dan lagi akan menjadi korban adalah masyarakat kecil yang tak berdosa. Dunia barat hendaknya belajar dari pengalamannya sendiri dan dari orang lain serta kiranya membenah diri lebih lagi dan semakin waspada akan praktek politiknya yang imperialis dan kolonialis agar dapat membantu secara konkret demi terciptanya keadilan dan kedamaian sejati bagi dunia dan bukan sekedar pidato-pidato politik demagogis yang kosong. Baiklah diingat bahwa menggunakan logika kekerasan dengan tujuan mengajar, itu sama artinya mengajarkan melakukan kekerasan untuk tujuan apapun. Setiap orang kiranya berusaha setiap saat untuk mengendalikan dan mendidik lebih dahulu kecenderungan animalisnya sendiri dari pada berjuang untuk menguasai keanimalisan dari orang lain melalui segala jenis kekuatan, bahkan dengan mengapelasikan pada berbagai praktek kekerasan dan kejahatan. Berubahlah, maka duniapun dengan sendirinya bisa berubah.
Oleh Lukas Betekeneng

2 comentários:

  1. Este comentário foi removido pelo autor.

    ResponderExcluir
  2. Que legal.Parabéns...você escreveu muito bem. Sua reflexão foi muito fundo. Penso que já esqueceu a sua língua nativa, mas não é....

    ResponderExcluir